#infoCJR - Para bakal calon bupati dan wakil bupati Cianjur 2016-2021 terus bermanuver untuk meraih simpati rakyat. Berbagai kegiatan sosialisasi dan iklan pencitraan para calon terus menghiasi halaman depan media massa lokal. Semuanya tak mau ketinggalan karena waktu 'berjuang' menggali potensi suara pemilih diburu dengan waktu.
Berdasarkan analisa yang ada , setidaknya kini muncul beberapa nama bakal calon yang paling dominan bergerak diantaranya H. Herman Suherman, ST. MAP, Direktur Utama PDAM Tirta Mukti Cianjur. HS begitu Herman Suherman disebut, wajar bila dianggap paling getol bermanuver. Dukungan Bupati Cianjur berkuasa saat ini, Tjetjep M. Soleh dan keluarga menjadi darah segar bagi sosialisasi mantan pejabat Dinas Binamarga Cianjur ini. Nama HS pun berbinar dalam hitungan hari dari hulu sampai hilir , dalam sekejap warga Cianjur kini mengenal nama sang 'Satrio Piningit' HS.
|
H. Herman Suherman, ST. MAP , Bakal Calon Bupati Cianjur 2016-2021 (Foto : @Balad_BHS) |
Berbeda dengan HS, Wakil Bupati Cianjur saat ini dr.H. Suranto yang selama hampir 4 tahun mendampingi Bupati Tjetjep M. Soleh justru seperti berjalan sendirian. Ia rupanya tak mendapat tempat di hati kawan sejawatnya yang dulu sempat satu perahu menuju orang nomor 1 dan nomor 2 di kabupaten berpenduduk hampir 2,7 Juta orang ini. Ya namanya juga politik lawan kawan hanya diukur oleh seiramanya kepentingan, saat dianggap tak searah kepentingannya saat itu pula perkawinan politik bubar. Musuhpun bisa sekejap menjadi kawan dan kawan jadi musuh yang saling menerkam satu sama lain.
Padahal Suranto menjadi salah satu kandidat bakal calon bupati dengan elektabilitas lumayan tinggi. Dukungan terhadapnya luar biasa besar, mereka yang tak puas dengan kinerja Bupati Tjetjep M Soleh seolah mendapat tempat disini. Entah logika apa yang menyebabkan Suranto dinisbatkan sebagai orang tertindas yang patut mendapatkan dukungan publik. Mungkin anggapan publik selama ini Suranto berada di posisi tertindas, termarginalkan. Rakyat yang melankolis kadang terlalu subjektif menilai orang atau figur publik tertentu. Figur yang dianggap mendapat penghinaan, tindasan, lemah atau dilemahkan serta merta menjadi daya tarik untuk publik berpihak. Dan dalam soal ini Suranto cukup piawai mengambil peran dan citra ini.
Dua kutub figur ini nyaris tak ada tanding, kini keduanya berada di posisi puncak. Tapi bukan berarti mereka yang bakal terpilih, drama ini masih jauh untuk bisa disimpulkan. Panggungnya pun masih belum jelas, perahu mana yang akan dipakai oleh kedua orang 'hebat' ini untuk berlabuh masih belum pasti.
Di luar kubu yang sama-sama sedang berkuasa itu sebenarnya ada nama lain meskipun pamornya belum sekinclong HS dan Suranto. Adalah nama Ketua DPD Golkar Kab. Cianjur, Ade Barkah Surahman - kini anggota DPRD Provinsi Jawa Barat - juga belakangan memasang baligo dan banner untuk maju di Pilkada Cianjur 2015. AB begitu beliau biasa disapa, adalah politikus kawakan. Pengalaman politiknya tidak diragukan. Wajar bila kemudian ia berambisi untuk merebut kesempatan menjadi 'Dalem Pancaniti' yang segera ditinggalkan Tjetjep M Soleh yang sudah dua periode menjabat.
Nama lain yang beredar adalah Abah Ruskawan, Sheli Andriani Gantina, Hedi Permadi Boy , Cecep Buldan, Ocky Aldwin Rahadian, Ecky Awal Muharam, Mohammad Toha, Levi Ali Firmansyah dan masih banyak lagi. Mereka kini menghiasi kolom-kolom pilihan sejumlah lembaga survey independent yang disewa partai politik untuk menentukan kebijakannya. Yang agak nyeleneh tapi tak boleh dianggap enteng adalah munculnya calon perorangan seperti Deni Sunarya alias Mang Gawel. Tokoh balap motor yang malang melintang di dunia jalanan. Posko pemenangannya ramai dikunjungi anak muda dan remaja, ribuan KTP dan tanda tangan dukungan sudah dikumpulkan tim suksesnya yang nampaknya sangat militan.
Dari percakapan media sosial sebenarnya kita bisa menarik satu kesimpulan, rakyat sebenarnya mulai jengah dengan kebijakan politik yang ada selama ini. Mereka cukup kritis kadang bernada satir dan sarkastis bahwa setelah pemimpin baru Cianjur terpilih desember mendatang, mutlak harus ada perubahan yang baik. Pelayanan kesehatan, perbaikan infratruktur seperti jalan , pendidikan dan penanganan pengangguran serta kemiskinan menjadi isue yang selalu muncul agar mendapat perhatian sang pemimpin harapan. Beberapa sosok tadi seperti HS, Suranto, AB, Ecky Awal Muharam, Hedi Permadi Boy, Cecep Buldan, Aldwin Rahadian dan lain-lain diharapkan bisa mewakili keinginan rakyat Cianjur pada umumnya.
Berebut Pendamping
Dari nama-nama yang muncul tadi baru dua orang yang secara tegas hanya memilih untuk menjadi Bupati Cianjur. Mereka itu adalah HS dan Suranto. Sementara yang lainnya memilih jika tidak F-1 , F-2 pun tidak apa. F-1 istilah untuk bupati dan F-2 untuk wakil bupati.
Politik 'susuganan' yang bernaung dibalik realitas dan perkembangan politik itu menjadi pola yang diambil kebanyakan calon yang muncul saat ini. Sehingga karena minimnya 'sosok pemberani' menjadi F-1 , figur pendamping ini menjadi sangat menentukan. Keterpilihan HS dan Suranto akan ditentukan kepiawaian tim mereka dalam menentukan seorang figur calon wakil bupati. Alih-alih menang pilkada , karena salah menentukan pilihan wakilnya, calon yang diprediksi menang justru terjungkal di tengah jalan.
Masyarakat sebenarnya berharap hanya ada dua pasangan calon yang bertempur dalam pilkada Cianjur ini, selain akan memudahkan rakyat dalam menentukan pilihannya juga akan memudahkan rakyat pemilih melakukan seleksi dari program politik yang akan dibawa sang calon pemimpin. Hitam putih itu memudahkan mata lebih jernih menangkap sesuatu , termasuk gambar yang ada di bilik suara.
Hanya saja untuk ke arah sana cukup sulit, karena masing-masing partai tentu memiliki tujuan, ambisi dan program politik yang berbeda. Termasuk dalam pilkada serentak desember 2015 ini. Parpol yang ada di Cianjur kemungkinan akan terbagi kedalam 5 kutub partai antara lain Demokrat, PDIP, Golkar, PKS dan Gerindra. Parpol lainnya tanpa bermaksud mengecilkan peran mereka nampaknya akan berada di barisan pendukung lima kutub parpol tadi. Bila yang lima parpol ini juga dipilah bisa tinggal hanya dua atau tiga kutub politik saja pada waktunya nanti. Entah antar kutub partai mana yang bakal bertarung, hanya selama ini HS sudah digadang-gadang dari Partai Demokrat dan Suranto dari PDIP.
Tapi namanya juga politik bisa berubah menjelang garis finish. Perubahan politik masih terus berjalan dan partai-partai nampaknya lebih mengedepankan hasil survey ketimbang kebijakan ideologis dan idealisme partainya. Logika itu sangat bisa dimengerti karena pola pilkada langsung menawarkan pragmatisme politik yang lebih nyata dan ketara. Jika pilihan partai-partai hanya demi kemenangan kekuasaan semata, maka tidak akan ada KIH (Koalisi Indonesia Hebat) ataupun KMP (Koalisi Merah Putih), semua partai akan mencair dengan sendirinya. Selamat berjuang. ***
*) Penulis : Saep Lukman , Analis Media Sosial dan Direktur Equivalent Mediatech