Pojok Nasional

Elit Berebut Jadi Pemimpin, Anak Kecil itu Disekap Tiga Hari

ilustrasi
#infoCJR - Tak ada hubungannya antara elit yang sedang berebut menjadi pemimpin dengan kejadian anak kecil yang disekap tiga hari yang lalu di Kecamatan Bojongpicung Cianjur. Apalagi bagi siapa saja yang tengah berasyik masyuk dengan hasrat politik merebut kursi orang nomor satu dan nomor dua di Kabupaten berpenduduk hampir 2,7 Juta jiwa ini.

Kejadian anak SD yang diperkosa atau diculik lalu dijual jadi budak seks adalah sisi paradoks kota yang menyandang sebutan sebagai kota santri ini.  Semua orang tua tentu sangat prihatin dengan munculnya berita-berita yang membuat kita terperangah itu. Kok bisa ada anak SD yang disekap , diperkosa bahkan ada yang dianiaya.

Kamis, 21 Mei 2015 lalu , Radar Cianjur dan sejumlah media massa lokal memuat berita utama : Siswa SD Disekap Tiga Hari !. Ada apalagi kegilaan di republik ini. Tega-teganya orang berbuat seperti itu menculik anak bau kencur lalu membuangnya dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Fenomena Gung Es

Nasib yang menimpa Mawar (15) warga Kampung Pasirloa Desa Sindangsari Kecamatan Bojongpicung sebenarnya hanyalah kejadian yang berhasil diungkap media. Kejadian serupa barangkali bisa lebih parah dari itu.

Ibarat gunung es kasus yang menimpa mawar hanya sedikit yang kelihatan , sementara persoalan lebih besar ada di baliknya. Berbagai catatan mengenai kekerasan terhadap anak di Cianjur sering diberitakan media, sayang respon pemimpin dan wakil rakyat kita untuk memberikan solusinya atas keprihatinan ini nyaris tidak ada.

Padahal anak adalah gerbang masa depan ia hadir menjadi generasi yang akan menentukan arah bangsa ini untuk masa-masa yang akan datang. Bila kasus-kasus kekerasan terhadap anak tidak mendapat respon dan aksi nyata untuk melawannya,  ini bisa disebut kita tengah keranjingan suatu penyakit abai terhadap masa depan. Sebab dipundak anaklah republik ini akan terus hadir atau tenggelam. 

Pusat Pelayanan Terpadu dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur mencatat hingga Mei 2015 , setidaknya telah terjadi 28 kasus tindak kekerasan terhadap anak. Tren ini terus meningkat setiap tahun sementara upaya untuk menekannya masih samar-samar.  (Pikiran Rakyat,  14 Mei 2015)

Cianjur 9 Desember 2015 akan memiliki pemimpin baru, setelah 10 tahun dipimpin oleh Bupati Tjetjep M Soleh.  Selama 2 periode kepemimpinannya tentu kita tak patut berharap banyak karena itu sudah masa lalu. Yang kita butuhkan adalah mencari pemimpin baru demi Cianjur baru yang lebih ramah terhadap rakyat termasuk anak-anak.

Ramah dimaksud bukan hanya sekedar piawai menggunakan undak usuk bahasa yang santun dengan bungkus pencitraan yang baik, ramah disini adalah adanya kehadiran dalam setiap derita rakyat.  Ramah dalam artian memberikan penyantunan terhadap kehidupan yang lebih baik dan mulia bagin setiap nafas rakyat termasuk anak-anak. Mampu membawa daerah ke arah kemajuan dan setara dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat bahkan dunia.

Kita berharap pemimpin kita punya visi ramah anak, visi mengayomi dan memberi ruang yang terbuka bagi kehidupan anak dan masa depan generasi yang lebih terarah. Seorang pemimpin yang mampu membuat ruang bermain anak yang nyaman , megah dan tentu saja mendidik. Disamping tegas melawan setiap kekerasan dan kejahatan terhadap anak. 

Malu kita sama visi daerah 'Gerbang Marhamah' - Gerakan Pembangunan Berakhlakul Karimah - jika akhlak mulia tak dipertontonkan oleh para pemimpin. Ironis jika saat ini seperti diberitakan media, anak SMP saja sudah bisa melahirkan di saat ujian. Dan itu di daerah kita, terjadi disebelah rumah kita, di kampung kita di daerah yang kini anda rebutkan untuk supaya anda menjadi pimpinannya. ***